BERITA TERBARU HARI INI – Apa Itu Flexing: Fenomena Pamer di Media Sosial. Flexing merupakan istilah yang populer di media sosial untuk menggambarkan tindakan memamerkan atau menyombongkan sesuatu yang dimiliki seseorang. Kata ini berasal dari bahasa Inggris “to flex” yang berarti memamerkan atau menunjukkan sesuatu dengan bangga. Dalam konteks media sosial, flexing mengacu pada perilaku mengunggah foto atau video yang memperlihatkan kekayaan, pencapaian, atau gaya hidup mewah dengan tujuan mendapatkan perhatian dan pengakuan dari orang lain.
Menurut Cambridge Dictionary, flexing didefinisikan sebagai tindakan menunjukkan rasa bangga atau senang terhadap sesuatu yang telah dilakukan atau dimiliki, namun dengan cara yang dianggap tidak menyenangkan oleh orang lain. Sementara itu, Urban Dictionary mengartikan flexing sebagai tindakan menyombongkan diri tentang hal-hal yang berhubungan dengan uang, seperti jumlah kekayaan atau barang mewah yang dimiliki.
Fenomena flexing semakin marak terjadi seiring dengan meningkatnya penggunaan platform media sosial seperti Instagram, Facebook, dan TikTok. Orang-orang berlomba-lomba mengunggah konten yang menampilkan sisi terbaik atau paling mewah dari kehidupan mereka. Beberapa contoh umum flexing di media sosial antara lain:
- Memamerkan barang-barang mewah seperti mobil sport, jam tangan mahal, atau tas branded
- Mengunggah foto liburan ke destinasi eksotis atau resort mewah
- Memperlihatkan makanan di restoran bintang lima
- Menunjukkan pencapaian karir atau akademis yang luar biasa
- Memamerkan gaya hidup yang glamor dan eksklusif
Penting untuk dipahami bahwa flexing tidak selalu berkaitan dengan kekayaan material. Seseorang juga bisa melakukan flexing dengan memamerkan pencapaian pribadi, keahlian, atau bahkan kegiatan amal yang dilakukan. Intinya, flexing adalah upaya untuk menunjukkan keunggulan diri dan mendapatkan validasi dari orang lain melalui unggahan di media sosial.
Penyebab Terjadinya Fenomena Flexing
Fenomena flexing yang semakin marak terjadi di media sosial tidak terjadi begitu saja. Ada berbagai faktor psikologis dan sosial yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan pamer ini. Berikut adalah beberapa penyebab utama terjadinya fenomena flexing:
1. Rendahnya Rasa Percaya Diri
Salah satu penyebab utama flexing adalah rendahnya rasa percaya diri seseorang. Orang yang merasa tidak cukup percaya diri mungkin mencari pengakuan dan validasi dari orang lain melalui flexing. Dengan memamerkan prestasi atau keberhasilan, mereka berharap mendapatkan perhatian yang dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka yang kurang. Paradoksnya, flexing juga bisa menjadi cara untuk menutupi rasa tidak aman atau rendah diri. Beberapa ahli berpendapat bahwa seseorang yang sering melakukan flexing mungkin sebenarnya adalah orang yang insecure atau rendah diri.
2. Kecemburuan Sosial
Melihat pencapaian atau gaya hidup mewah orang lain di media sosial seringkali menjadi pemicu kecemburuan sosial. Sebagai respons, seseorang mungkin merasa dorongan untuk melakukan flexing agar terlihat sebanding atau bahkan lebih baik daripada yang mereka lihat di platform tersebut. Kecemburuan dapat menjadi pendorong kuat di balik perilaku flexing yang berkelanjutan.
3. Ingin Tampil Lebih Baik dari Orang Lain
Dorongan untuk tampil lebih baik atau setidaknya sebanding dengan orang lain juga merupakan faktor yang mendorong flexing. Seseorang mungkin merasa perlu membuktikan diri di mata sosial dengan menunjukkan keberhasilan dan kemewahan yang mereka miliki. Perasaan ingin mendapatkan perhatian dan pengakuan dari orang lain dapat mendorong seseorang untuk terlibat dalam perilaku flexing.
4. Tekanan Sosial
Tindakan flexing juga dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki tekanan sosial di dalam lingkungannya. Tak bisa dipungkiri jika tekanan sosial di lingkungan sekitar bisa terjadi pada siapa saja. Sebagai contohnya adalah adanya tuntutan gaya hidup dalam pergaulan yang bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan flexing.
5. Mencari Perhatian
Salah satu penyebab terjadinya tindakan flexing yang dilakukan oleh seseorang adalah untuk mencari perhatian orang yang disekitarnya maupun orang tertentu yang mereka tuju. Mereka akan melakukan berbagai macam cara agar bisa membuat orang yang mereka tuju mengetahui keberadaannya. Sebagai contohnya adalah menggunakan penampilan yang mencolok atau bersikap yang bisa membuat dirinya mendapatkan perhatian dari orang lain.
6. Membangun Personal Branding
Dalam era digital di mana personal branding menjadi semakin penting, flexing dapat menjadi strategi untuk membangun citra diri tertentu. Terutama bagi influencer atau figur publik, flexing di media sosial bisa menjadi cara untuk mempertahankan atau meningkatkan popularitas dan daya tarik mereka terhadap pengikut atau calon klien.
7. Kurangnya Empati
Kebanyakan dari mereka yang melakukan tindakan flexing tidak akan menyadari jika perilaku yang dilakukannya bisa membuat orang lain merasa tak nyaman atau bahkan merasa begitu terganggu. Itu artinya, tindakan flexing dapat terjadi karena kurangnya rasa empati pada seseorang yang melakukan flexing. Maka dari itu, karena tersebut membuat mereka (flexing) kurang disukai oleh orang lain.
8. Masalah Kepribadian
Mereka yang melakukan tindakan flexing biasanya juga bisa dipengaruhi oleh adanya permasalahan dalam kepribadiannya. Ada beberapa masalah kepribadian yang bisa menyebabkan seseorang begitu suka mencari perhatian, sehingga membutuhkan pengakuan serta ingin diperlakukan oleh orang lain apabila dirinya merupakan yang paling hebat bila dibandingkan dengan orang lain yang ada disekitarnya.
Memahami penyebab-penyebab ini penting untuk dapat menyikapi fenomena flexing dengan lebih bijak, baik ketika kita melihat orang lain melakukannya maupun ketika kita sendiri tergoda untuk melakukannya.
Dampak Negatif Flexing di Media Sosial
Meskipun flexing mungkin memberikan kepuasan sementara bagi pelakunya, fenomena ini dapat membawa berbagai dampak negatif, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi masyarakat secara umum. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang perlu diperhatikan:
1. Menimbulkan Kecemburuan Sosial
Salah satu dampak paling signifikan dari flexing adalah timbulnya kecemburuan sosial. Ketika seseorang terus-menerus terpapar konten yang memamerkan kekayaan atau pencapaian orang lain, hal ini dapat memicu perasaan iri dan tidak puas dengan kehidupan sendiri. Kecemburuan sosial ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan hubungan interpersonal.
2. Meningkatkan Tekanan untuk Tampil Sempurna
Budaya flexing di media sosial dapat menciptakan tekanan yang tidak realistis untuk selalu tampil sempurna. Hal ini dapat mendorong orang untuk hidup di luar kemampuan finansial mereka atau terlalu fokus pada penampilan eksternal, mengabaikan aspek-aspek penting lainnya dalam kehidupan.
3. Menurunkan Harga Diri
Bagi mereka yang sering terpapar konten flexing, ada risiko penurunan harga diri. Membandingkan diri sendiri dengan standar yang tidak realistis yang ditampilkan di media sosial dapat membuat seseorang merasa tidak cukup baik atau kurang berhasil dalam hidupnya.
4. Mendistorsi Realitas
Flexing seringkali hanya menampilkan sisi terbaik atau paling mewah dari kehidupan seseorang, yang dapat mendistorsi persepsi tentang realitas. Hal ini dapat menyebabkan orang memiliki ekspektasi yang tidak realistis tentang kehidupan dan kesuksesan.
5. Merusak Hubungan Sosial
Perilaku flexing yang berlebihan dapat merusak hubungan sosial. Orang mungkin merasa terintimidasi atau tidak nyaman berada di sekitar seseorang yang terus-menerus memamerkan kekayaan atau pencapaiannya, yang dapat menyebabkan isolasi sosial.
6. Meningkatkan Perilaku Konsumtif
Flexing dapat mendorong perilaku konsumtif yang tidak sehat. Orang mungkin terdorong untuk membeli barang-barang mahal atau mengadopsi gaya hidup yang sebenarnya di luar kemampuan finansial mereka, hanya untuk bisa “mengimbangi” apa yang mereka lihat di media sosial.
7. Menimbulkan Stres dan Kecemasan
Bagi pelaku flexing, ada tekanan konstan untuk mempertahankan citra yang telah dibangun di media sosial. Hal ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan, terutama jika realitas hidup mereka tidak selalu sesuai dengan apa yang mereka tampilkan online.
8. Mengabaikan Nilai-nilai Penting
Fokus yang berlebihan pada aspek material dan pencapaian eksternal dapat menyebabkan orang mengabaikan nilai-nilai penting lainnya seperti empati, kerendahan hati, dan hubungan interpersonal yang bermakna.
9. Meningkatkan Risiko Kejahatan
Memamerkan kekayaan secara berlebihan di media sosial dapat meningkatkan risiko menjadi target kejahatan, seperti pencurian atau penipuan.
10. Menciptakan Lingkungan Online yang Tidak Sehat
Secara kolektif, budaya flexing dapat menciptakan lingkungan online yang tidak sehat, di mana nilai seseorang diukur berdasarkan apa yang mereka miliki atau capai, bukan berdasarkan karakter atau kontribusi mereka terhadap masyarakat.
Memahami dampak-dampak negatif ini penting untuk dapat menyikapi fenomena flexing dengan lebih bijak dan kritis. Baik sebagai konsumen maupun kreator konten di media sosial, kita perlu menyadari potensi dampak dari apa yang kita bagikan dan konsumsi online.