BERITA TERBARU HARI INI – Petani Tembakau Kritik PP Kesehatan, Apa Masalahnya?. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan Jawa Timur menilai, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) mengalami cacat proses.
Pasalnga, PP yang menjadi Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah diteken oleh Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) baru-baru ini tidak melibatkan pemangku kepentingan terdampak di industri hasil tembakau (IHT) dalam perumusannya.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APTI Pamekasan Samukrah mengatakan, pihaknya telah mendesak pemerintah untuk melibatkan setiap pemangku kepentingan terkait dalam proses pembahasan perancangan aturan.
Sayangnya, hingga beleid itu ditandatangani oleh Jokowi, desakan itu tak diindahkan oleh pemerintah. Dalam prosesnya, petani tembakau yang sangat terimbas tidak dilibatkan.
“Artinya kan pembahasan aturan ini menjadi tidak transparan. Siapa pihak yang dilibatkan? Saya enggak tahu. Yang jelas kami tidak dilibatkan dan tentunya aspirasi kami tidak diakomodir,” kata Samukrah, Jumat (16/8/2024).
Ketika mendalami isi aturan tersebut, ia mengklaim tidak ada satupun aturan yang memiliki keberpihakan terhadap industri maupun petaniyang berkecimpung di industri tembakau. Imbasnya, para pekerja yang menggantungkan hidupnya di industri tersebutakan mengalami kerugian atas banyaknya larangan yang muncul dalam PP Kesehatan tersebut.
“Aturan ini bisa membuat tembakau menjadi tidak laku. Kalau industri nanti tidak jalan, pasti akan berimbas pada petani tembakau juga. Nggak laku lah jadinya hasil panel daripetani tembakau. Sementara, saat ini belum ada komoditaslain yang nilai jualnya setara dengan tembakau,” paparnya.
Dampak ke Penerimaan Negara
Bukan hanya memukul industri tembakau, Samukrah memandang dampak ekonomi terhadap penerimaan negara pun akan muncul. Karena apabila produksi industri turun, maka pendapatan negara akan berkurang.
Dengan angka produksi yang turun, maka pasokan bahan baku juga berkurang. Jika bahan baku berkurang, kemudian akan berimbas pada petani sebagai pemasok yang berdampak pada pendapatan petani.
Padahal, ia melanjutkan, pemerintah seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat dan punya tujuan pengentasan kemiskinan. Hal ini bertentangan dengan muatan PP Nomor 28/2024 tersebut.
“Jadi, pengurangan kemiskinan yang katanya akan dientaskansupaya kita jadi negara adidaya, ya jadi bisa tidak terjadi,” tegasnya.